Bacaan Yang Haram dan Bid’ah
GW - Dalam kitab nihayatul qoulil mufid hal 18 "Banyak sekali para pembaca sekarang yang berbuat bid’ah dalam bacaan Qur’anya, yang tidak diperbolehkan berlaku, adakalanya karena melebihi batas ketentuan seperti keterangan di atas (bab devinisi tajwid), atau menguranginya. Demikian itu lantaran lagu-lagu yang ditujukan untuk memalingkan para pendengar agar terpikat dengan lagunya.
Meurut Imam Syafi’I bacaan
yang dilagukan boleh-boleh saja asal tidak keluar dari batas bacaan Al-Qur’an,
jika sampai keluar maka hukumnya haram, menurut qoul lain makruh, menurut
Jumhurul Ulama : buka ada qoul bahkan hukum makruh itu jika terlalu panjang bacaan
madnya dan harokatnya sehingga fathah timbul alif, dhommah timbul wawu, kasroh
timnul ya’, atau tidak mengidghamkan pada tempatnya.
Menurut Imam Nawawi : “Yang
sahih” bacaan keterlaluan itu hukumnya haram, qarinya menjadi fasiq dan berdosa
karena sudah menyimpang dari yang lurus. Inilah yang dikehendaki Imam Syafi’I makruh.
Maka jelaslah bahwa bolehnya al-Qur’an dilagukan itu dengan syarat jika tidak
sampai keterlaluan seperti tadi. Karena demikian itu berarti menambahi didalam
al-Quran adalah terlarang.
Diantaranya yang terkenal
dengan tarqis (menarikan suaranya), tar’id (menggetarkan) tahrif (Sebagian membaca,
diteruskan oleh Sebagian yang lain dengan diputus-putus bacaanya, menuruti
irama nyanyian). Semua ini adalah haram, wajib diingkari dan dihentikan.
Diantaranya bacaan yang Haram
antara lain :
-* Memutus-mutus huruf
dari satu dan lainya bagaikan bacaan saktah, khususnya dalam bacaan idzhar
dengan tujuan memperjelas idzharnya. Karena bacaan idzhar itu ada ketentuannya
sendiri (tidak begitu).
-* Meringankan (tidak
mentasydidkan) huruf yang bertasydid dan sebaliknya, labih – lebih pada huruf
yang diwaqofkan.
-* Memanjangkan mad sampai
melebihi dari mad thobi’I tanpa ada sebab. Seperti mewaqofkan yang hanya satu
alif, masih diolor tambah panjang lagi.
-* Mengurangi panjangnya
mad thobi’I. ini lebih jelek dari yang tadi karena ini tidak ada sama sekali
dalam bacaan Arab/Qur’an.
-* Memoncongkan kedua
bibir ketika membaca huruf tafkhim yang fathah unutk menyangatkan tafkhim
menjadi O.
-* Menyamakan (semi,
semu, tidak persis) huruf tarqiq seperti bacaan imalah karena menyangatkan tarqiqnya.
-* Memanjangkan yang
tidak panjang seperti wawunya yaumiddin (yauu) dan ya’nya ghoiril maghdzuubi
(ghoiiiril).
-* Menyangatkan bacaan hamzah
(seperti tasydid) ketika jatuh setelah mad dengan menyangka untuk menyangatka
bacaan mesthinya hamzah (padahal keterlaluan) seperti ulaaa-ika, yaaa-ayyuha.
-* Menyangatkan dalam
menekan (menhentakkan) bacaan hamzah sehingga bagaikan orang berkopyak /oek-oek.
Karena setiap huruf
mempunyai timbangan pastinya yaitu makhroj dan sifatnya, jika huruf itu keluar
dari makhrojnya beserta sifatnya dengan tepat tidak terlalu dan tidak kurang
maka inilah ukuranya. Inilah haqiqatnya tajwid. Pelajari ilmu tajwid yang benar
dan tepat.
Dilihat Dari Harokatnya
-* Tidak memoncongkan
kedua bibir ketika memabaca huruf yang terbaca dhommah. Karena setiap huruf
yang terbaca dhommah tidak akan tepat dhommahnya kecuali dengan memajukan
(memoncongkan) kedua bibir.
Jika tidak, pasti dhommahnya
berkurang, huruf tidak akan bisa sempurna tanpa dengan harokat yang sempurna,
begitu juga huruf yang terbaca kasroh, tidak akan sempurna tepat kecuali haus
dengan menurunkan mulut, jika tidak, pasti kasrohnya kurang. Demikian juga
huruf yang terbacab fathah, tidak akan sempurna kecuali dengan membuka mulut. Jika
tidak, pasti fathah nya berkurang, hurufnya tidak sempurna.
Huruf yang kurang sempurna
tersebab kurang tepatnya harokat, adalah lebih buruk dari pada salah jaliy,
karena berkurangnya dzat lebih jelek lebih jelek dari pada kurangnya sifat.
Maka pandailah anda dan
bersungguh – sungguhlah didalam menentukan pedoman bacaan yang telah ditetapkan
dan hukum-hukumnya, yang telah sip dan top agar anda beruntung di dunia dan di
akhirat. Karena belajar tajwid, mengaji memperbaiki bacaan Kitab Allah di dunia
masih lebih dari pada siksaanya meninggalkan tajwid di hari kiamat. Karena perkaranya
hisab itu sungguh sulit, Allah adalah maha pengontrol. Maka peliharalah bacaan al-Qur’an
anda menurut aturan yang diterima dari junjungan kita nabi besar SAW.
Pendapat Al-Faqir
Mengenai Haram dan Bid’ahnya Bacaan
Kalau dibayangkan melihat
dari perincian salah bacan (lahn) tadi, sepintas kilas kelihatan agak ringan
orang belajar atau mengaji al-Qur’an itu. Namun kalau dikontrol, para pembaca
yang bisa lepas dari salah jaliy saja jarang sekali.
Pembaca yang sudah pandai
dan terbiasa saja sebetulnya sering tidak luput dari lahan jaliy, masih sering
tertukar hurufnya atau kelira keliru atau samar, mirip-mirip tidak tepat.
Entah karena serampanganya
atau masih salah tak merasa yang semestinya mengerti atau karena lainya,
seperti dalam bacaan tertegun karena darurat, didalam mengulanginya sering
menggaduhkan waqof washolnya, sehingga bisa tejadi salah jaliy. Yakni bukan
karena bodohnya, tapi karena tidak berhati-hatinya, adalah kiranya udzur yang
tidak bisa dibenarkan, ini orang yang pandai apalagi yang masih bodoh.
Maka walaupun kelihatannya
ada pendapat Ulama yang meringankan tentang hukum bacaan al-Qur’an, sungguh
sebetulnya masalah mengaji dan bacaan al-Qur’an tetap dituntut untuk bersungguh-sungguh
belajarnya kapanpun dan sampai kapan saja.
Bahkan orang dewasa
mukallafah yang dituntut demi sahnya ibadah, dengan ini maka saya tekankan khususnya
kepada para guru dan panutan hendaknya jangan sekali kali selalu memberi
kemudahan kepada orang yang masih wajib diharuskan pandai membaca walaupun
hanya untuk kebutuhan shalat dan sesamanya yang wajib-wajib. Adalah kewajiban atas
orang-orang yang masih bodoh yang bukan ringan dan cukup sebentar saja sudah,
tapi biar mau tambah tekun beribadahnya.
Itulah sebetulnya kalau
dikontrol dalam pembicaraan salah baca dan adanya kemurahan didalam tajwid. Bukan
kemurahan tajwidnya tapi pada modal pertama bacaan perhurufnya saja mengenai
makhroj dan sifatnya sering terkena salah jaliy, jika seseorang itu tidak mau
menyungguhkan belajar, sedang bacaan perhurufnya hanya serampangan atau
jelek-jelek katanya sudah cukup.
Mempelajari ilmu tajwid hukumnya
wajib fardhu kifayah, mengamalkanya fardhu ‘ain, setiap orang sudah diukur
mampu oleh Tuhan Allah SWT seperti dalam firmanya :
“Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya”
Kemampuan setiap muallaf
dengan pekerjaan shalat nya, adalah mampu membaguskan bacaanya setelah bersusah
payah belajar tajwidnya, meskipun lama dan kapan saja.
Pembaca al-Qur’an yang
masih selalu dalam usaha mengaji dan memperbaiki bacaan, membacannya al-Qur’an walaupun
masih ada kekurangannya insyaAllah kiranya ada harapan mendapat ampunan dan
belas kasihan dari Allah, seperti dalam hadits Nabi “Barang siapa membacannya
Qur’an masih sulit akan mendapat pahala dua yakni pahala ketekunannya dan
membacanya”.
Menurut Syekh al-Husory mesir
dalam kitab karyanya ahkamu qiroatil Qur’an “bahwa lahn khofy ialah tiadanya
mengukuhkan bacaan dan tiadanya mendatangi bacaan yang sedetail mungkin. Demikian
itu seperti si Qori’ mengurangi bacaan ghunnahnya dari ketentuan yang
ditetapkan yaitu 2 harakat, hanya didatangi 2 harakat kurang seperempat masalan
atau kurang sedikit atau melebihi dari ketentuan, menjadi 2 harakat lebih
seperempat atau kurang sedikit, atau membaca mad lazim hanya 5 harakat setengah
atau tida perempat atau dibaca sampai 6 harakat lebih seperempat atau setengah,
dan begitu juga mengenai mad muttasil, munfassil dan mad arid lissukun.
Dan seperti membaca yang
berbeda panjangnya antara mad muttashil dan munfashil masalan, Sebagian dibaca
sampai 5 harakat dan Sebagian dibaca kurang walaupun hanya kurang sedikit atua
dibaca tambah panjang walaupun hanya tambah sedikit dan seperti Sebagian kalimat
diwaqofkan dengan raum, yang lain hanya waqof sukun saja atau isymam (tidak
seragam setiap mewaqafkan).
Dan seperti dalam menyangatkan
dalam membaca tafkhimnya huruf yang dibaca tafkhim sampai melebihi ketentuan,
dan seperti menyangatkan dalam membaca tarqiqnya huruf tarqiq sampai melebihi
ketentua dan seperti menyangatkan dalam membaca tarqiqnya alif yang didahului
huruf isthifal sampai disangka bacaan imalah dan seperti menyangatkan dalam
membaca tahqiqnya hamzah yang didahului huruf mad sampai disangka seperti
ditasydidkan.
Dan seperti membaca huruf
yang berharakat dhommah dibaca dengan kurang memoncongkan kedua bibirnya
(kurang mencucu, jawanya), membaca yang fathah dengan kurang membuka mulutnya
(kurang mangap), yang kasroh kurang merendahkan mulutnya (kurang tipis/mringis,
jawanya) terus sampai semua perkara yang pasti bisa dilakukan oleh para genius
pemahir tajwid dari segi teori dan prakteknya.
Maka yang namanya lahn khofiy atau kesalahan yang samar, adalah perkataan dari pekerjaan kurang
sempurnannya kemampuan membaca itu semua atau sebagiannya atau sesamanya.
Pekerjaan membaca yang
kurang mampu sempurnanya itu tadi tidaklah menyacatkan yang shohihah dan tidaklah
mengurangi bagusnya bacaan, bahkan hanya menyacatkan sempurnanya ketentuan
bacaan dan polnya bacaan bagus dan sampainya derajat tertingginya memperbaiki
dan mengukuhkan bacaan. Dengan ini maka pekerjaan kurang sempurna, ini kesemua
adalah tidak sampai hukum haram dan makruh, bahkan hanya kurang utama dan
kurang sempurna saja, waallahualam.
By : Fathul Mannan : 86
Nah itulah artikel
mengenai Bacaan Yang Haram dan Bid’ah, yang di nukil dari buku karanganya KH. Maftuh Bastul
Birri pengasuh dari pondok pesantren murottilil qur’an kediri, banyak sekali
karangan beliau mengenai ilmu tajwid, bolehlah ambil pelajaran dari bukunya
beliau salah satunya adalah fathul mannan dll yang bisa dijadikan acuan pasti
dalam belajar ilmu tajwid. See u next time salam dari kami griyawaras.
GW Berbagi
Belajar : Akhlak
Belajar : Fiqih
Belajar : Tajwid
Ulama juga beda pendapat tentang ayat Alquran dilagukan ya, ada yang makruh, ada yang mengharamkan.
BalasHapusTapi sebaiknya jauhi saja, karena makruh hampir mendekati haram ya kak.
betul kak
Hapusbagaimana kalau ayat al-quran diambil hanya separuh (tak habis) dan dilagukan?
BalasHapuspelajari babnya tentang ibtida' waqof mengenai tentang lagu, seperti halnya penjelasan dari imam syafii dan imam nawawi boleh asal tidak melampaui batas ketentuan atau pun mengurangi hak2 nya huruf dan bacaan
Hapusi see... thanks 4 sharing👍👍
HapusPerbedaan pendapat untuk hal ini dijelaskan cukup jelas di sini. Membaca Al-Qur'an tidak bisa sekedar asal asalan dilagukan
BalasHapusnambah ilmu.....
BalasHapusThank you for sharing
Thank you sudah berbagi..
BalasHapusSemoga kita di ampuni dari ketidaktepatan dalam membaca. Amin..